REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW – Pemerintah Rusia menyambut inisiatif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mendorong adanya perjanjian kontrol senjata nuklir antara Cina, AS, dan Rusia. Hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov pada Jumat (26/4).
“Dalam situasi di mana peran senjata nuklir dalam dokumen terkait doktrin AS dan transisi bertahap mereka ke kelas senjata yang dapat digunakan di medan perang, pernyataan seperti itu hanya bisa disambut dengan baik,” kata Ryabkov, dilaporkan laman kantor berita Rusia TASS.
Menurut dia, hal tersebut hanya mungkin terjadi dalam konteks perlucutan universal dan lengkap. Terkait hal ini, Ryabkov menyatakan bahwa Rusia telah menjelaskan sikapnya lebih dari satu kali.
Moskow menilai langkah menuju perlucutan senjata nuklir akan membutuhkan sejumlah prasyarat dan mempertimbangkan banyak faktor yang memiliki dampak langsung terhadap stabilitas strategis, dari munculnya sistem pertahanan rudal dan kemungkinan penyebaran senjata di luar angkasa. Tercakup pula di dalamnya tentang munculnya senjata siber dan banyak faktor lainnya.
“Ini adalah subjek yang paling rumit. Itu belum dibahas secara praktis di salah satu platform negosiasi,” ujar Ryabkov. Dia menambahkan bahwa Rusia siap menjelaskan pandangannya kepada para rekannya dari AS dan negara-negara lain.
Trump diketahui telah memerintahkan pemerintahannya untuk mempersiapkan dorongan bagi perjanjian kontrol senjata baru dengan Rusia dan Cina. “Arah presiden adalah bahwa kita perlu melihat kontrol senjata yang lebih ambisius yang akan berurusan dengan lebih banyak senjata dan lebih dari hanya kita serta Rusia,” kata pejabat senior pemerintah AS, dilaporkan laman the Washington Post.
“Apa yang akan Anda lihat lebih dari administrasi tentang bagaimana kita bisa mengendalikan senjata yang tidak hanya mencerminkan netralitas Perang Dingin,” kata pejabat tersebut menambahkan.
Rusia dan AS diketahui telah sama-sama menangguhkan keterikatannya dalam perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF). Perjanjian yang ditandatangani pada 1987 itu melarang kedua negara memiliki serta memproduksi rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer.
Penangguhan keterikatan kedua negara dalam INF telah memicu kekhawatiran, khususnya dari Eropa. Sebab, INF sudah dianggap sebagai fondasi keamanan Benua Biru. Ditangguhkannya INF juga menimbulkan kecemasan tentang potensi munculnya perlombaan senjata baru seperti era Perang Dingin.
Kendati demikian, Rusia mengaku siap jika AS ingin menjalin perjanjian perlucutan senjata baru untuk menggantikan INF. Hal itu juga telah diisyaratkan Trump sebelumnya. Namun, Trump memang menghendaki agar perjanjian itu tidak hanya disepakati oleh AS dan Rusia, tapi juga negara lain, seperti Cina.
http://bit.ly/2UFvGv2
April 27, 2019 at 03:18PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2UFvGv2
via IFTTT
No comments:
Post a Comment