Pages

Friday, March 29, 2019

Pemerintah Cabut Aturan Pajak E-Commerce

Pemerintah resmi menarik PMK 210/2018 tentang perlakuan perpajakan transaksi e-commer

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan untuk menarik Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 Tahun 2018 Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (e-commerce). Keputusan ini diambil untuk menghentikan kekisruhan dan spekulasi mengenai isu perpajakan di dunia digital. 

Sri menyebutkan, ada empat faktor yang mendasari penarikan PMK 210/2018. Yakni, penguatan koordinasi antara kementerian dan lembaga, meningkatkan pemahaman seluruh pemangku kepentingan, penguatan infrastruktur digital dan hasil survei asosiasi. "Mempertimbangkan empat faktor ini, saya putuskan menarik PMK 210/2018," tuturnya di Jakarta, Jumat (29/3). 

Sri menjelaskan, saat ini, ada beberapa kementerian dan lembaga yang sedang dan akan mengumpulkan informasi dari perusahaan digital, termasuk marketplace. Oleh karena itu, dibutuhkan koordinasi sehingga data yang terkumpul dapat lebih terintegrasi. 

Sosialisasi tidak hanya dilakukan dari pemerintah ke pengusaha marketplace, juga masyarakat. Sebab, menurut Sri, sejak PMK dirilis dan diteken pada akhir tahun lalu, banyak informasi simpang siur di tengah warga Indonesia, terutama komunitas digital. 

Sri menjelaskan, saat ini, Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terus melakukan pendekatan ke perusahaan secara individu. Melalui sosialisasi ini, diharapkan dapat dibuat arrangement atau aturan yang lebih baik untuk seluruh pihak. 

Sembari melakukan sosialisasi dan edukasi, Sri menuturkan, pemerintah terus berkomitmen untuk membangun infrastruktur digital. Salah satunya infrastruktur untuk pelaporan data e-commerce. Selain itu, pemerintah masih menunggu hasil survey dari asosiasi e-commerce yang diprediksi rampung akhir tahun ini.

Sri juga menjelaskan, isi dari PMK 210/2018 bukanlah peraturan pajak baru dari pemerintah. Yang diatura pemerintah melalui regulasi itu adalah pengumpulan informasi pelaku usaha melalui NPWP dan NIK. "Tapi, justru muncul kerisauan tidak perlu," ucapnya. 

Dengan penarikan PMK tersebut, Sri memastikan perlakuan perpajakan untuk seluruh pelaku ekonomi tetap mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Para pelaku usaha baik e-commerce maupun konvensional yang menerima penghasilan hingga Rp 4,8 miliar dapat memanfaatkan skema pajak final dengan tarif 0,5 persen dari jumlah omzet usaha.

Sri menegaskan, pemerintah terus melakukan pendekatan secara komprehensif agar masyarakat tidak merasa ada satu kelompok yang dikhususkan. Membayar pajak merupakan kewajiban semua pihak yang sudah sesuai dengan kriteria perundang-undangan. 

PMK 210/2018 seharusnya berlaku efektif pada 1 April 2019. Aturan baru ini mewajibkan pedagang (seller) yang telah berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau beromzet Rp 4,8 miliar setahun untuk memungut PPN 10 persen dari pembeli (buyer), dan selanjutnya menyetor Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM).

Sementara itu, untuk pedagang atau penyedia jasa yang belum berstatus PKP, tidak diwajibkan memungut PPN dari konsumen. Namun, diwajibkan menyetor Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace.

Let's block ads! (Why?)


https://ift.tt/2HNws7d
March 29, 2019 at 04:50PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2HNws7d
via IFTTT

No comments:

Post a Comment