REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak mudah untuk menjadi pribadi yang tegar. Kadangkala, pelbagai kejadian dalam rutinitas tidak seperti yang diharapkan. Ada saja yang membuat hati tersulut amarah. Bila tak terkendali, bisa jadi keluar kata-kata kasar atau yang tidak sepantasnya diucapkan seorang Muslim.
Dalam suatu hadits, seperti diriwayatkan Imam Bukhari, Abu Hurairah menuturkan cerita. Suatu ketika, ada seseorang yang mendatangi Rasulullah Muhammad SAW. Orang itu lantas berkata, "Wahai Rasulullah, berilah kepadaku pesan."
Maka beliau bersabda, "Janganlah engkau marah."
Orang itu lantas mengulangi kata-katanya, tetapi selalu Nabi SAW menjawab yang sama, "Janganlah engkau marah."
Dalam hadits lainnya, Rasulullah SAW juga berpesan tentang apa-apa yang sebaiknya dilakukan untuk meredam amarah. Pesan itu disampaikannya kepada sahabat Abu Dzar al-Ghifari, "Jika salah seorang di antara kalian marah, sedangkan dia dalam keadaan berdiri, maka hendaknya dia duduk. Jika ternyata marahnya belum juga hilang, hendaknya dia berbaring." Riwayat lainnya juga menuturkan saran lain dari Rasulullah SAW, yakni berwudhu ketika sedang marah.
"Sesungguhnya marah itu datangnya dari setan, sedangkan setan itu tercipta dari api. Sedangkan api itu dapat dipadamkan dengan air. Maka, jika salah seorang di antara kalian marah, hendaklah dia berwudhu," sabda Nabi SAW.
Di luar itu, masih ada saran lain. Kali ini, datang dari Nabi Isa 'alaihi salam, sebagaimana diterangkan dalam kitab Syarah Hadits Arba'in.
Suatu kali, Nabi Isa AS berkata kepada Nabi Yahya AS, "Aku akan mengajarkan kepada engkau ilmu yang bermanfaat, (yakni) jangan marah."
Nabi Yahya pun bertanya. "Bagaimana supaya saya tidak marah?"
"Jika engkau dicela dengan sesuatu yang memang ada pada dirimu, maka katakanlah 'Itulah dosa yang aku ingat dan karenanya aku memohon ampunan kepada Allah.' Jika kamu dicela dengan sesuatu yang sesungguhnya tidak ada pada dirimu, maka pujilah Allah yang tidak menjadikan pada dirimu apa-apa yang dicelakan itu. Dengan demikian, (celaan) itu akan menjadi suatu kebaikan yang dikirimkan (oleh Allah) kepadamu."
Lantas, bagaimana bila kebetulan diri inilah yang membuat marah atau jengkel? Tentunya, mesti meminta maaf setelah itu. Namun, keadaan demikian ternyata dapat menjadi jalan untuk memetik hikmah.
Luqman--yang namanya disebut di dalam Alquran--pernah berwasiat kepada anaknya, "Jika engkau ingin menjadikan seseorang sebagai saudaramu, maka buatlah dia marah. Kemudian, perhatikan. Jika dia mampu bersikap adil kepadamu, padahal saat itu dalam keadaan marah, maka itulah saudaramu. Jika tidak begitu, maka waspadalah."
https://ift.tt/2CkVYMD
March 14, 2019 at 02:09PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2CkVYMD
via IFTTT
No comments:
Post a Comment