REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Untuk pertama kalinya dalam sejarah utang nasional Amerika Serikat (AS) mencapai 22,02 triliun dolar AS. Hal itu diungkapkan dalam pernyataan yang dikeluarkan Departemen Keuangan AS, Rabu (13/2).
Jumlah utang tersebut naik sebesr tiga triliiun lebih sejak Donald Trump menjadi presiden. Ketika Trump baru naik jadi presiden utang AS masih diangka 19,95 triliun dolar AS.
Kenaikan utang AS ini naik dengan cepat ketika Trump memotong pajak sebesar 1,5 triliun dolar AS pada Desember 2017 lalu. Selain itu pada tahun lalu Kongres AS juga menaikan pengeluaran domestik dan program militer.
Utang nasional AS dihitung dari total defisit anggaran tahunan. Badan Anggaran Kongres atau Congressional Budget Office (CBO) memprediksi tahun ini AS akan defisit sebesar 897 miliar dolar AS, naik 15,1 persen dibandingkan tahun lalu yang sebesar 779 miliar dolar AS.
Baca juga, Cina Pemegang Surat Utang Amerika Terbesar.
Dalam prediksi CBO pada tahun-tahun mendatang defisit akan terus naik menjadi 1 triliun dolar AS pada awal 2022. Jumlahnya tidak akan turun dibawah 1 triliun dolar AS sampai tahun 2029. Peningkatkan defisit akan dipicu oleh biaya Jaminan Kemanan Sosial dan Kesehatan karena jumlah pensiunan baby boomers terus bertambah.
Pemerintahan Trump yakin pemotongan pajak akan membantu pertumbuhan ekonomi yang akan menutup defisit anggaran. Tapi hal itu banyak dibantah oleh para ekonom.
Meski angka utang pemerintah federal bertambah tapi banyak ekonom yang mengatakan risikonya tetap kecil dan berdasarkan standar historis tingkat suku bunga akan tetap rendah.
Tapi para pakar anggaran memperingatkan kenaikan utang pemerintah federal akan menciptakan resiko bagi pemerintah karena akan menyulitkan mereka dalam menanggapi krisis keuangan melalui pemotongan pajak atau menaikan pengeluaran.
"Pertumbuhan utang nasional kami itu masalah karena menjadi ancaman perekonomian setiap orang Amerika di masa depan," kata ketua Yayasan Peter G. Peterson, Michael Peterson.
http://bit.ly/2DBExHn
February 13, 2019 at 04:56PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2DBExHn
via IFTTT
No comments:
Post a Comment