REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Antusias belajar tampak pada diri siswa-siswi di Uighur Study Center Kutadublig, Istanbul. Setiap hari para pelajar sudah tiba di sekolah itu sejak Subuh untuk shalat berjamaah, belajar, dan sarapan.
“Setelah sarapan mereka ke sekolah formal. Sore menjelang malam mereka kembali lagi ke sini untuk belajar selama dua jam. Kami menyebutnya Etut/Takviya, mereka belajar seperti matematika, Bahasa Inggris, sains, dengan dibantu guru-guru kami,” ujar pengelola Uighur Study Center, Abdullah, dikutip dari situs resmi ACT, Kamis (31/1).
Masih dalam rangkaian menunaikan amanah masyarakat Indonesia untuk Uighur, Aksi Cepat Tanggap (ACT) kembali menyalurkan bantuan pendidikan bagi 40 pelajar yatim Uighur Study Center di Istanbul. Beasiswa pendidikan tersebut merupakan lanjutan dari bantuan yang ditujukan untuk anak yatim Uighur di Turki.
“Selain beasiswa pendidikan, beragam kebutuhan pokok lainnya juga kami bantu support, seperti paket pangan, atau logistik yang bisa mereka tebus secara cuma-cuma di swalayan terdekat melalui program Humanity Card,” ujar Tim Sympathy of Solidarity (SOS) untuk Uighur I, Sucita Ramadinda.
Bantuan serupa juga telah diberikan kepada ratusan yatim Uighur yang merupakan hafiz Alquran, di Istanbul. Para pelajar itu harus berpisah dengan ayah atau ibu mereka karena bermacam sebab, ada yang orang tuanya meninggal atau dipenjara.
Orang tua mereka kebanyakan berada dipenjara. Ada yang terkena vonis 16 tahun, 20 tahun, bahkan adapula yang terdengar sudah meninggal saat dipenjara. Tidak hanya itu, ada juga anak-anak yang keadaan orang tuanya sama sekali tidak diketahui.
Sekalipun keadaan Uighur Study Center belum baik, keadaan itu tetap tidak membuat Abdullah dan pengurus lainnya kehilangan kedermawanan. Mereka tetap berusaha membantu sejumlah keluarga Uighur yang mereka temui.
Abdullah menjelaskan, Uighur Study Center juga mendapat bantuan dari warga Uighur Turki yang kondisi ekonominya baik, dari pengusaha Uighur yang ada di Arab Saudi dan negara lain, juga dari Turkistan Timur. Bantuan tersebut antara lain untuk pembangunan gedung sekolah. Namun, sejumlah bantuan itu kini terhenti.
“Seharusnya bangunan ini selesai dua tahun lalu, tapi karena keadaan di sana (Turkistan Timur) semakin memburuk jadi bantuan terhenti dan pembangunan tersendat. Jika bangunan ini rampung pembangunannya, maka bisa menampung sekitar 400 anak,” ujarnya.
Terdapat sekitar 110-120 keluarga di sekitar Uighur Study Center, Istanbul. Kurang lebih sekitar 200-220 anak di jenjang Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas.
Keadaan para keluarga pun begitu beragam. Abdullah menyebutkan ada sekitar 60-70 keluarga dalam keadaan sulit dengan berbagai kondisi. Ada yang menyewa rumah lalu kembali ke Cina dan tidak dapat kembali lagi ke Turki karena dipenjara, ada juga masyarakat Uighur yang sudah tua, atau keluarga yang tidak dapat memenuhi kebutuhan bulanan mereka dengan baik.
Para keluarga itu mulai datang ke Turki pada 2013. Pada 2016 kedatangan keluarga Uighur di Turki mulai berkurang. Abdullah menyebutkan, hal itu dikarenakan semakin tertutup kesempatan keluar-masuk (Cina).
“Beberapa keluarga memiliki atau mendapat kiriman uang, ada yang sekitar 3.000-5.000 dolar yang menjadi pegangan hidup mereka. Namun sekarang sudah habis, ada juga yang punya pegangan lebih namun sekarang sudah sangat menipis,” ujar Abdullah.
Dengan bantuan yang diterima, Abdullah mengutarakan rasa syukurnya. Ia pun berterima kasih kepada masyarakat Indonesia atas kepedulian yang terus disampaikan hingga saat ini.
http://bit.ly/2MHCl5t
January 31, 2019 at 03:19PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2MHCl5t
via IFTTT
No comments:
Post a Comment