REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyuap hakim ad hoc tindak pidana korupsi, Merry Purba, Tamin Sukardi didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tamin Sukardi yang juga pemilik objek wisata Taman Simalem Resort di jalan Km 9 Sidikalang, Kabupaten Tanah Karo ini didakwa bersama Hadi Setiwan alias Erik.
Dalam dakwaan Tamin, terungkap pula sejumlah kode yang digunakan. Terdapat enam kode yang digunakan yakni kode "Wayan" untuk Wahyu Prasetyo Wibowo selaku Wakil Ketua PN Medan dan Ketua Majelis Perkara Nomo 33/Pid.sus-TPK/2018/PN.Mdn; kode kedua adalah "pohon" untuk uang. Kemudian kode "Naibaho" untuk Ketua Pengadilan Negeri Medan; kodr "asisten" untuk Hakim Anggota; kode "Danau Toba/Dtoba/Dantob/Batak" untuk Sontan Merauke Sinaga. Dan kode "Ratu Kecantikan" untuk Merry Purba.
"Meminta agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama terdakwa Tamin Sukardi," ujar Jaksa Penuntut Umum KPK Tri Mulyono Hendardi di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Kamis (13/12).
Dalam dakwaannya, diduga Tamin telah melakukan atau turut serta melakukan, memberi atau menjanjikan uang sebesar 280 ribu dolar Singapura kepada Hakim Merry Purba. Sebagian uang yakni 150 ribu dolar Singapura telah diberikan kepada panitera pengganti PN Tipikor Medan, Helpandi. Sedangkan sisanya yakni 130 dolar Singapura akan diberikan kepada Hakim Anggota I, Sontan Merauke Sinaga.
Suap yang diberikan agar Merry Purba memberikan keringanan hukuman kepada Tamin selaku terdakwa korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara. Merry Purba adalah salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara Tamin.
Ketua majelis hakim perkara Tamin adalah Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo. Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Mery menyatakan dissenting opinion.
Tamin saat itu divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.
Setelah mendengarkan dakwaan dibacakan, Tamin mengaku tidak mengerti mengapa dirinya disebut sebagai Direktur Utama PT Erni Putra Terari. "Saya disebut sebagai Direktur dalam PT itu. Saya tidak ada kapasitas dalam PT itu. Kemudian soal memberikan uang itu saya sama sekali enggak," tegas Tamin.
Karena keberatan, Tamin pun akan mengajukan eksepsi. "Yang mulia akan ajukan eksepsi," ucapnya kepada Hakim.
"Kami berikan penasihat hukum ajukan keberatan di tanggal 7 Januari 2019. Sementara Jaksa Penuntut bisa ajukan keberatan tanggal 10 Januari 2018 . Dan putusannya tanggal 15 Januari. Demikian yang kita sepakati ya," kata hakim.
https://ift.tt/2QrcXGe
December 13, 2018 at 05:45PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2QrcXGe
via IFTTT
No comments:
Post a Comment