REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Rahayu Saraswati mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mendukung penghapusan diskriminasi terhadap perempuan dengan mendukung perubahan UU Perkawinan tentang usia perkawinan perempuan. Hal tersebut menurutnya sejalan dengan program yang akan dilakukan di pemerintahan Prabowo-Sandiaga nantinya.
"Dalam program aksi kami bidang kesra memang tertulis bahwa kami akan memperjuangkan undang-undang serta peraturan-peraturan terkait perlindungan perempuan dan anak," kata Rahayu saat dihubungi Republika, Jumat (14/12).
Selain mengapresiasi putusan MK tersebut, ia juga memberi catatan bahwa perubahan UU Perkawinan tersebut harus dilakukan segera mungkin oleh DPR dan pemerintah sebagai yang bertanggung jawab atas setiap perubahan perundang-undangan. Namun, ia pesimistis DPR dan pemerintah melakukan pembahasan undang-undang tersebut dalam satu ke depan lantaran terbatasnya waktu di periode kali ini.
"Harapan kami, siapa pun yang akan berkuasa nanti harus memiliki political will untuk mendorong percepatan pembahasan perubahan UU Perkawinan ini guna memastikan pengurangan angka perkawinan anak yang dampaknya sangat luas dari peningkatan angka KDRT, angka kematian ibu dan bayi (AKI dan AKB), sampai penurunan kontribusi pembangunan dari anak-anak yang mengalami perkawinan anak karena tentunya dapat mengalami banyak tantangan yang salah satunya adalah tidak menyelesaikan sekolah 12 tahun," jelasnya.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan uji materi UU 1/1974 tentang Perkawinan yang mengatur batas usia perkawinan anak. Dalam pertimbangan putusan, disebutkan bahwa perbedaan batas usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan bisa menimbulkan diskriminasi.
"Mengadili, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis (13/12).
Diketahui, ketentuan tentang batas usia perkawinan digugat sekelompok warga negara yang merasa dirugikan dengan perbedaan batas usia laki-laki dan perempuan. Dalam pasal 7 ayat 1 UU Perkawinan mengatur batas minimal usia perkawinan laki-laki adalah 19 tahun sementara perempuan adalah 16 tahun.
MK menilai beleid tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Perlindungan Anak. Dalam UU Perlindungan Anak menyebutkan bahwa anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Sehingga, batas usia yang diatur dalam UU Perkawinan masih berkategori sebagai anak.
Masih dalam pertimbangan Hakim, perkawinan anak dinilai sangat mengancam dan berdampak negatif terutama pada aspek kesehatan. Selain itu, peluang terjadinya eksploitasi dan ancaman kekerasan juga lebih tinggi pada anak. Aturan tersebut juga menimbulkan perbedaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan.
Hakim Anggota I Gede Palguna mengatakan MK tak bisa menentukan batas usia perkawinan yang tepat bagi perempuan. Menurutnya, hal tersebut merupakan kewenangan DPR sebagai pembentuk UU.
"Meminta pembuat UU paling lama tiga tahun untuk melakukan perubahan tentang perkawinan, khususnya berkenaan dengan batas usia minimal perempuan dalam perkawinan," ucapnya.
https://ift.tt/2GietWu
December 14, 2018 at 03:13PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2GietWu
via IFTTT
No comments:
Post a Comment