REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prinsip kesehatan dan keseimbangan nutrisi dalam ilmu kesehatan Ottoman didasarkan pada teori elemen dan cairan tubuh. Banyak buku kesehatan pada masa itu membahas bagaimana menjaga tubuh dari efek berbahaya ketika seseorang tidak mengontrol makanan yang dikonsumsi.
Untuk menentralisasi makanan ‘berbahaya’ yang telanjur masuk ke dalam tubuh, disarankan untuk mengonsumsi makanan lain yang berfungsi sebagai penangkal. Sekadar contoh, makanan yang bersifat dingin seperti mentimun dapat dinetralkan dengan makanan lain yang bersifat hangat seperti bawang putih atau daun mint.
Para pakar kesehatan Ottoman juga berhasil mendeteksi beberapa jenis makanan yang berbahaya bila dimakan secara bersamaan. Sebut saja, misalnya, yoghurt dan berbagai makanan olahannya hendaknya tidak dimakan bersamaan dengan anggur.
Sedangkan makanan yang mengandung cuka tidak boleh dimakan bersamaan dengan anggur mentah, ikan asin, dan daging yang dikeringkan. Begitu pun nasi, sebaiknya tidak dimakan dengan makanan bercuka.
Minuman dingin tidak boleh dikonsumsi seusai menikmati buah. Ikan segar, susu, dan keju juga tidak boleh dimakan bersamaan. Hal serupa juga berlaku pada daging dan ikan yang diyakini akan menyebabkan penyakit kronis jika dimakan bersamaan.
Makanan juga dapat diatur sesuai temperamen seseorang. Pada orang yang bertemperamen seimbang, maka daging — khususnya daging anak domba dan anak lembu --sangat baik untuknya. Makanan ini dapat menjaga kesehatan dan menghindarinya dari penyakit.
Ada pula pengaturan makanan untuk orang yang bertemperamen tinggi (panas). Pada pagi hari, mereka disarankan memakan satu atau dua potong roti yang direndam dalam asam serbat.
Asam ini bisa dibuat dari buah delima, anggur, apel, atau jus lemon. Bila ingin makan ikan, maka ikan ini harus dicampur dengan cuka. Mereka tidak boleh terlambat makan karena akan menyebabkan sakit kepala.
https://ift.tt/2WERbgK
April 04, 2019 at 07:00PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2WERbgK
via IFTTT
No comments:
Post a Comment