REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menilai adanya perubahan fenomena dalam bencana gempa bumi dan tsunami di Indonesia. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyatakan bahwa perubahan tersebut terjadi dalam hal peningkatan frekuensi gempa.
"Saat ini kami memahami bahwa fenomena kegempaan ini selain semakin meningkat frekuensi kejadiannya, gempa juga terjadi tidak hanya sekali seperti misalnya kejadian di Palu," kata Dwikorita, Jumat (5/4) di Jakarta Pusat.
Terkait gempa di Palu, Dwikorita mengatakan bahwa tsunami di Palu terjadi di luar dugaan. "Para pakar pun tidak menduga gempa di Palu ini bisa menimbulkan tsunami," katanya.
Menurut investigasi pakar, tsunami di Palu tidak disebabkan oleh gempa tektonik. Padahal, 90 persen tsunami biasanya terjadi dikarenakan gempa tektonik. Hal ini juga berlaku pada tsunami di Selat Sunda. Tsunami tersebut disebabkan oleh longsoran bawah laut dan erupsi gunung vulkanik.
"Karena itu para pakar dunia dipimpin Indonesia memulai riset tentang tsunami yang tidak disebabkan oleh gempa tektonik," kata Dwikorita. Hal ini karena saat ini belum ada negara yang bisa memprediksi tsunami yang diakibatkan longsor bawah laut, bahkan negara maju sekalipun.
Selain itu, Indonesia juga akan memimpin riset yang membahas mengenai pemantauan kecepatan terjadinya tsunami. "Seperti di Palu itu, dari hasil investigasi tsunami di Palu datangnya dua hingga tiga menit, jadi sangat cepat," ujar Dwikorita.
Menurut Dwikorita, bahkan teknologi super komputer tercanggih pun belum ada yang bisa memprediksi terjadinya tsunami dalam waktu secepat itu. "Negara-negara Amerika dan Eropa pun belum bisa membantu BMKG menghitung prediksi tsunami datangnya kurang dari dua menit," ujar Dwikorita.
Untuk itu, selain riset, BMKG juga akan menggencarkan kearifan lokal dalam hal mitigasi bencana. "Apabila merasakan guncangan di pantai, segera lari ke tempat tinggi untuk menyelamatkan diri," kata Dwikorita. Ia mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menunggu peringatan dini sebab alat deteksi baru mampu memberikan peringatan dini lima menit setelah gempa terjadi.
Sedangkan guncangan yang dimaksud adalah guncangan yang menyebabkan tubuh terasa tidak stabil. "Atau apabila guncangan rasanya kecil tapi tidak berhenti selama lebih dari 20 detik maka segeralah menyelamatkan diri," kata Dwikorita.
http://bit.ly/2G0e1Kc
April 05, 2019 at 03:31PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2G0e1Kc
via IFTTT
No comments:
Post a Comment