REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Erika Nugraheny, Muhammad Riza
CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali, mengatakan jumlah pemilih yang belum memutuskan pilihannya (undecided voters) mengalami kenaikan dibandingkan sebelumnya. Kondisi ini berpotensi meningkatkan angka pemilih yang golput dalam pemilu 17 April mendatang.
"Pemilih yang belum memutuskan ada sedikit kenaikan dibandingkan survei sebelumnya, di mana pada bulan Desember sebesar 10,6 persen menjadi 11,4 persen pada akhir Februari," ujar Hasanuddin dalam rilis survei pada Jumat (15/3).
Dia melanjutkan, dalam kondisi ini ada ceruk pemilih yakni pemilih muda yang memiliki persentase undecided voters lebih besar dibandingkan generasi pemilih lainnya. Partisipasi pemilih muda dalam pemilu juga tercatat masih rendah sehingga berpotensi menjadi golput.
"Partisipasi mereka dalam menggunakan hak pilih masih rendah, yang hal ini berpotensi menjadi golput. Kedua kandidat harus mewaspadai fenomena golput dan kejenuhan psikologis pemilih menjelang tahap-tahap akhir masa kampanye Pemilu 2019," jelas Hasanuddin.
Menurut dia, kemenangan kandidat capres-cawapres 2019 akan sangat ditentukan oleh perebutan suara di tiga ceruk pemilih, yakni di pemilih Jawa dan Sumatra, pemilih muda, pemilih kelas menengah dan pemilih muslim. "Sehingga sebaiknya elektabilitas di ceruk-ceruk tersebut perlu diperhatikan," tambahnya.
Survei Alvara dilakukan pada rentang waktu 22 Februari-2 Maret 2019 dengan menggunakan metode multistage random sampling. Survei dilakukan dengan wawancara terhadap 1.201 responden yang berusia 17 ke atas dan memiliki hak pilih. Margin of error survei tercatat sebesar 2,88 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Hasil survei tersebut mengungkapkan, tingkat keterpilihan atau elektabilitas kedua kandidat calon presiden dan calon wakil presiden pada awal Maret tidak berubah signifikan dibandingkan awal Januari tahun ini. Elektabilitas kedua kandidat turun tipis dengan jumlah pemilih undecided voters sedikit bertambah.
Elektabilitas pasangan Joko Widodo-Maruf Amin pada bulan Februari 2019 sebesar 53,9 persen, sementara elektabilitas pasangan Prabowo-Sandiaga Uno sebesar 34,7 persen. Sementara itu, dalam survei Alvara pada awal Januari, tingkat keterpilihan Jokowi-Maruf sebesar 54,3 persen. Sedangkan Prabowo-Sandiaga 35,1 persen dan pemilih yang belum memutuskan sebesar 10,6 persen.
Menurut Hasan, ada beberapa faktor yang menyebabkan elektabilitas kedua kandidat tidak banyak berubah. Pertama, kata dia, kedua kandidat tidak melakukan kampanye yang substantif seperti adu ide dan gagasan. Hal ini juga yang menyebabkan naiknya jumlah undecided voters.
Faktor selanjutnya, kata Hasan, adalah loyalitas pemilih masing-masing pasangan calon. Pemilih kedua kandidat memiliki loyaliyas yang cukup tinggi. Pemilih Jokowi-Maruf, sebesar 80,7 persen menyatakan tidak akan mengubah pilihannya. Sedangkan kubu Prabowo-Sandi, 78,2 persen menyatakan tidak akan berubah pilihan.
Sebelumnya, Direktur Program SMRC (Saiful Mujani Research & Consulting), Sirojudin Abbas mengatakan, angka golput tidak bisa diprediksi. Berdasarkan Survei SMRC, setidaknya terdapat 13 persen masyarakat yang belum menentukan pilihan.
"Kita tidak bisa memprediksi berapa jumlah yang tidak berpartisipasi dalam pemilu. Sebagai ilmuwan sosial kita tidak bisa memprediksi terlalu jauh. Pemilu masih satu bulan lebih," kata Abbas di kantor SMRC, Jalan Kusuma Atmaja, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (12/3).
Ia menambahkan, angka riil golput bisa diketahui saat pemilu nanti, setidaknya pada saat hitung cepat. Berdasarkan survei SMRC, elektabilitas pasangan 01 mencapai 54,9 persen, sedangkan 02 mencapai 32,1 persen. Terdapat 13 persen sisanya belum memiliki pilihan.
"Angka 13 persen yang belum memiliki pilihan masih dapat berubah. Pada saat pemilu nanti, mereka dapat memilih 01 ataupun 02. Sampai saat ini selisih antara 01 dan 02 masih lebih dari 20 persen," kata Abbas.
Dalam dua pemilu terakhir angka golput pemilu cenderung turun. Pada pemilu 2009, angka golput mencapai 29,01 persen. Sedangkan pada tahun 2014. Angkanya mencapai 24,89 persen.
Kedua kandidat tidak melakukan kampanye yang substantif seperti adu ide dan gagasan. Hal ini juga yang menyebabkan naiknya jumlah undecided voters. CEO Alvara Research Center, Hasanuddin Ali
Imbauan KPU
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Viryan, mengimbau masyarakat Indonesia mau menggunakan hak pilihnya pada 17 April 2019 nanti. Menurut Viryan, masyarakat pemilih rugi jika menjadi golput atau tidak menggunakan hak pilih.
"Libur kan bisa tiap minggu, sementara jika memilih itu setiap lima tahun sekali. Maka rugi jika tidak memilih. Jadi, golput itu rugi,” ujar Viryan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (8/2).
Dia menjelaskan, jika pemilih tidak menggunakan hak pilihnya, maka yang bersangkutan tidak terlibat dalam penentuan pemimpin yang akan menentukan nasibnya lima tahun mendatang. Padahal, kata Viryan, kesempatan itu bisa digunakan untuk memilih pemimpin legislatif dan eksekutif.
"Kita punya kesempatan menentukan siapa yang terpilih tetapi kita memilih untuk tidak terlibat, kan rugi. Karena nasib kita nanti ditentukan oleh mereka, sekarang nasib mereka ditentukan oleh kita. Mau nasibnya ditentukan dengan orang yang kita tidak tahu? Kita serahkan begitu saja? Nggak keren kalau, nggak milih," jelas Viryan.
Viryan mengakui bahwa golput adalah hak, namun dia mengingatkan bahwa golput sekarang tidak keren lagi. Golput, kata Viryan, kerannya di Orde Baru karena ada intimidasi dan potensi manipulasi.
"Golput itu hak, tetapi sudah nggak keren. Kerennya itu golput di Orde Baru. Kalau sekarang apa yang mau di-golput-in, setiap orang punya kesempatan yang sama untuk mnnggunakan hak pilihnya, tidak ada intimidasi, potensi manipulasi seperti masa lalu kecil dan satu suara memang menentukan," tegas Viryan.
https://ift.tt/2u6hiku
March 15, 2019 at 02:02PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2u6hiku
via IFTTT
No comments:
Post a Comment