REPUBLIKA.CO.ID, Kasbah adalah sebuah benteng bersejarah yang dibangun di atas perbukitan dan menghadap ke Laut Mediterania di Aljir, Ibu Kota Aljazair. Kasbah diibaratkan seperti perahu Nabi Nuh yang dihuni banyak kehidupan.
Seorang pelaut Inggris mengatakan, Kasbah akan tampak seperti layar sebuah kapal jika dilihat dari tengah laut. “Dari laut, itu terlihat seperti bagian atas sebuah kapal," ujar pelaut tersebut seperti dikutip dari laman Aramcoworld, Kamis (20/12).
Kasbah saat ini merupakan permukiman kuno yang sangat padat dan bersejarah di Aljazair. Begitu padatnya, jalan di sana berbentuk labirin dan berundak. Seorang pendatang baru harus didampingi penduduk setempat jika tidak ingin tersesat di dalamnya.
Pada masa penjajahan Prancis, Kasbah adalah tempat persembunyian dan pusat gerakan pejuang Aljazair. Tentara Prancis akan kesulitan mengejar pejuang Aljazair saat mereka bersembunyi di dalam Kasbah.
Pengembara abad ke-16, Leo Africanus mencatat di sana juga terdapat banyak toko roti, sedangkan 600 tahun sebelumnya ahli geografi Ibn Hawkal memuji air jernih yang mengalir dari air mancur di Kasbah.
Pada abad ke-6 SM, situs bersejarah ini pernah dihuni pedagang Fenisia, dan juga orang-orang Carthage. Kemudian, pada abad ke-7, datanglah berbagai suku dan bangsa seperti Barbar, Roma, Bizantium, dan Arab.
"Berbagai suku Barbar, Roma, Bizantium, dan Arab bergantian mendambakan dan akhirnya mengambil kota,” catat Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).
Sejak 1830 M, Aljazair dijajah Prancis selama 13 dekade, setelah sebelumnya dikuasai Spanyol dan Turki. Kasbah dulunya merupakan taman dan istana, tapi sekarang ini sudah banyak diisi oleh rumah warga yang hampir roboh.
Pada masa penjajahan, Prancis menamakan jalan-jalan di kawasan itu dengan nama tokoh-tokoh Prancis, seperti Charlemagne, Chartres dan lain-lain. Selama terjadi perang kemerdekaan Aljazair, darah bangsa telah banyak ditumpahkan di Kasbah.
Kawasan ini terdiri dari sekitar 60 hektare rumah-rumah yang dibangun secara padat, dan terdapat 350 jalan-jalan yang berliku. Sekarang Kasbah menjadi rumah bagi sekitar 80 ribu orang dari total 3,5 juta jumlah penduduk Aljazair.
Pada abad ke-17, terdapat ratusan tawanan Eropa yang ditahan di Aljazair. Mereka banyak diculik di pantai mereka sendiri. Pada saat terjadi perang antara Inggris dan Aljazair pada 1677 sampai 1682, setidaknya ada 3.000 sandera yang diculik dari 500 kapal Inggris.
Di antara yang disandera adalah seorang kapten laut Genoa bernama Piccinini, yang akhirnya masuk Islam pada 1622 dan mengubah namanya menjadi Ali Bitchnine.
Dia menikahi putri seorang sultan dari suku Barbar, kemudian menjadi laksamana armada bajak laut dan mensponsori pembangunan sebuah masjid.
Masalah antara Aljazair dan kekuatan Eropa, serta Amerika berlangsung hingga awal 1800-an. Pada 1816, kemudian armada Anglo-Belanda membombardir kota dan mengeluarkan ikrar dari para penguasa untuk mengendalikan kapal-kapal yang bersenjata.
Pembangunan dinding perimeter dan gerbang Kasbah dimulai pada awal abad ke-16. Pembangunan dimulai setelah bajak laut Turki, Baba Aruj dan Khairuddin (Barborossa Bersaudara) diundang oleh penguasa Aljazair untuk mengusir penjajah Spanyol.
Ketika Baba Aruj yang bertangan satu tewas dalam pertempuran pada 1518, Khairuddin mengambil alih kota di bawah naungan Ottoman. Khairuddin kemudian menjadi laksamana tertinggi angkatan laut Ottoman dan menjadi cambuk bagi para pelaut Eropa.
Orang Eropa sendiri mengenal Baba Aruj dan Khoiruddin sebagai Barbarossa dalam bahasa Italia, Barbarousse dalam bahasa Prancis, dan Red Beard dalam Bahasa Inggris yang artinya si 'jenggot merah'. Patung Khairuddin kini berdiri tepat di luar tembok Kasbah.
http://bit.ly/2BvSyW9
December 21, 2018 at 03:47PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2BvSyW9
via IFTTT
No comments:
Post a Comment