REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan paket penerapan KTP elektronik (KTP-el) tahun 2011-2013. Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari fakta-fakta yang muncul dalam persidangan selama ini.
"KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan empat orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK Jakarta, Selasa (13/8).
Keempat tersangka itu adalah anggota DPR aktif Miryam S Hariyani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara dan Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP-el Husni Fahmi, dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
KPK memandang para tersangka baru harus mempertanggungjawabkan secara pidana terkait bukti kasus KTP-el yang ditemukan KPK. "Ada pelaku lain yang kami pandang berdasarkan bukti-bukti yang ada harus dipertanggungjawabkan secara pidana," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Saut melanjutkan, kasus Korupsi KTP-el salah satu perkara yang menjadi prioritas KPK. Sebagaimana perhitungan BPKP, negara dirugikan setidaknya Rp 2,3 triliun. Kerugian itu dihitung dari pembayaran yang lebih mahal dibanding harga wajar barang yang diperlukan, yaitu dibayar Rp 4,92 triliun, padahal harga wajar sekitar Rp 2,6 triliun.
"KPK menangani kasus KTP elektronik ini secara cermat dan berkesinambungan, mulai dari penetapan tersangka pertama untuk Sugiharto pada April 2014 dan Irman pada September 2016, dan persidangan perdana untuk terdakwa Irman dan Sugiharto pada Maret 2017," kata Saut.
Semua proses tersebut, kata dia, membutuhkan waktu yang panjang karena KPK harus sangat hati-hati dengan bukti yang kuat. Dalam kasus ini, KPK juga telah memenjarakan Setya Novanto yang saat itu sedang menjabat ketua DPR.
"KPK bertekad terus mengusut kasus ini, yaitu pihak lain yang memiliki peran dalam perkara ini dan juga mendapatkan aliran dana. Kami sangat memperhatikan perkara ini. Selain karena kerugian negara yang sangat besar, kasus korupsi yang terjadi juga berdampak luas pada masyarakat," ujar Saut.
Dalam perkara pokok korupsi KTP-el, KPK telah menjerat delapan orang pelaku. Tujuh di antaranya telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor dan satu orang, Markus Nari, sedang dalam proses persidangan.
Dalam perkara ini, KPK juga menemukan adanya upaya menghalang-halangi proses hukum atau kesaksian palsu. Empat orang terjerat dengan perkara obstruction of justice tersebut, yakni Markus Nari dan anggota DPR Miryam S Hariani, advokat Frederick Yunadi, dan dokter Bimanesh Sutardjo.
"Sehingga, total sampai saat ini telah diproses 11 orang, baik untuk perkara pokok kasus korupsi pengadaan KTP-el maupun perkara obstruction of justice," kata Saut.
Pekan lalu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku telah menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik) terkait tersangka baru korupsi KTP-el. "Sudah ada, nanti diumumkan. Sprindiknya sudah saya tanda tangani," kata Agus di gedung KPK, Kamis (8/8).
Saut melanjutkan, pengungkapan kasus KTP-el juga dianggap penting karena berkaitan dengan pendataan kependudukan. Akibat perbuatan para pelaku korupsi ini, terdapat ancaman dan risiko terhadap keamanan data kependudukan hingga kedaulatan dalam mengelola dan melindungi data warga negara.
Data penduduk yang benar akan sangat berpengaruh pada kesuksesan penyelenggaraan pemilu, terutama agar hak-hak masyarakat memberikan suara tidak hilang. "Atau disalahgunakan akibat data-data yang tidak benar, bahkan data kependudukan yang benar juga sangat dibutuhkan untuk pemberian bantuan pada masyarakat agar tepat sasaran," kata dia.
KPK berharap semua pihak dapat mengambil pelajaran dari kasus korupsi KTP-el, terutama bagi pemerintah pusat dan DPR. Eksekutif dan legislatif harus bisa memastikan keterbukaan dan perbaikan pembahasan anggaran negara agar lebih teliti. Ia pun menegaskan agar semua pihak tidak meminta dan menolak sejak awal jika ada pemberian uang terkait pelaksanaan tugasnya. n dian fath risalah, ed: ilham tirta
Terjerat KTP-el:
Politikus:
- Setya Novanto (15 tahun penjara)
- Markus Nari (terdakwa)
- Miryam S Hariyani (tersangka)
Pejabat negara:
- Irman (15 tahun)
- Sugiharto (15 tahun)
- Isnu Edhi Wijaya (tersangka)
- Husni Fahmi (tersangka)
Pengusaha:
- Anang Sugiana Sudiharjo (6 tahun)
- Andi Agustinus (13 tahun)
- Made Oka Masagung (10 tahun)
- Irvanto Hendra Pambudi Cahyo (10 tahun)
- Paulus Tannos (tersangka)
https://ift.tt/2H5OzD8
August 14, 2019 at 07:13AM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2H5OzD8
via IFTTT
No comments:
Post a Comment