REPUBLIKA.CO.ID, SRINAGAR- - Seorang pensiunan komandan militer India Letnan Jendral D.S. Hooda mengingatkan negaranya hati-hati dalam mempertimbangkan melakukan serangan balasan ke Pakistan. India sedang mempertimbangkan untuk merespons bom mobil yang membunuh 44 orang pasukan keamanan di Kashmir, Kamis (14/2) lalu.
India menyalahkan Pakistan atas serangan tersebut dan berjanji akan memberikan 'respon yang menghancurkan'. India menuduh negara tetangganya tersebut mendukung kelompok pemberontak di Kashmir. Tuduhan yang dibantah Pakistan.
"Serangan (militer) terbatas lebih mungkin dilakukan, harapannya semua pihak berpikir kembali dan menggelar rekonsiliasi," kata Hooda, Sabtu (18/2).
Dalam sebuah video yang beredar di media sosial menunjukan pelaku serangan Adil Hamed Dar, mengenakan pakaian perang dan dikeliling senjata api serta granat. Ia mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut dan mengajak para pemberontak lainnya untuk melakukan hal yang sama untuk mengusir India dari Kahsmir.
Kashmir terpecah menjadi dua bagian antara India dan Pakistan tapi keduanya mengklaim seluruh provinsi tersebut. Para pemberontak sudah berperang melawan kekuasan India sejak 1989.
Mereka menuntut Kashmir masuk bagian Pakistan atau merdeka jadi negara sendiri. Dilaporkan lebih dari 70 ribu orang tewas dalam tindakan keras militer India dalam membungkam pemberontak.
Hooda adalah mantan komandan pasukan India di sebelah utara yang bertanggung jawab atas perbatasan dengan Pakistan di Kashmir. Ia juga menjalankan operasi kontra pemberontakan dan mengawasi surgical strike atau serangan yang hanya menyasar objek militer 29 September 2016 lalu.
Serangan itu dilakukan setelah para pemberontak menyerang pangkalan militer di kota perbatasan Uri yang berada didekat Garis Kontrol yang dikuasai India di Kashmir. Sebanyak 19 tentara India dan tiga orang pelaku penyerangan tewas dalam serangan itu.
India menyalahkan Pakistan atas dukungan mereka kepada para pemberontak tersebut. India yakin para pelaku berasal dari Pakistan. Puncaknya pada 2016 warga sipil Kashmir melakukan unjuk rasa besar-besaran setelah pemimpin pemberontakan karismatik dibunuh.
Ketika itu Hooda meminta kedua belah pihak untuk melangkah mundur demi menghindari konfrontasi mematikan. Ia menyarankan ada inisiatif politik untuk menyelesaikan konflik ini. Sebuah langkah yang sangat jarang dilakukan jendral India.
Namun Hooda diminta menjadi komandan surgical strike yang dilancarkan untuk menghancurkan pemberontak yang berada di wilayah kekuasaan Pakistan. India mengklaim serangan itu dilakukan pasukan khusus dan menewaskan sejumlah pemberontak. Pakistan menolak klaim tersebut.
Pakistan menyatakan pasukan India tidak menyeberangi Garis Kontrol namun hanya terjadi baku tembak dengan tentara Pakistan di perbatasan, yang mengakibatkan tewasnya dua tentara Pakistan dan melukai sembilan orang. Mereka juga meminta bukti kepada India serangan tersebut pernah terjadi.
Sejak itu Hooda mengkritik pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi yang 'mempolitisasi' serangan tersebut. Modi menggelar perayaan selama tiga di New Delhi yang dipenuhi kemegahan militer tanpa alasan.
Sejak 2016 India dan Pakistan saling baku tembak di perbatasan. Keduanya menyalahkan satu sama lain karena telah memulai perang-perang kecil dan mengakibatkan lusinan tentara dan warga sipil dari kedua pihak tewas.
"Saya hanya berharap semuanya mengarah pada intropeksi diri, pemikiran mendalam dan keterlibatan dalam melakukan segalanya dengan segar dan berpikir ulang apa yang harus kami lakukan untuk menyelesaikan masalah ini untuk semua orang," kata Hooda.
http://bit.ly/2SBXRyA
February 16, 2019 at 09:34PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2SBXRyA
via IFTTT
No comments:
Post a Comment