REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejak 1953, Malcolm X bebas dari penjara. Dia pun segera bergabung dengan Nation of Islam (NOI).
Mulai tahun itu pula, aktivis kulit hitam itu memeluk Islam. Sejak saat itu, dia mengganti nama belakangnya menjadi X.
Huruf "X" itu baginya menandakan sebuah pencarian panjang akan keluarga yang sejati. Hal itu juga bermakna adanya mental merdeka dari seorang Afro-Amerika keturunan budak. Tanda "X" itu juga dimaksudkan Malcolm untuk membedakan generasinya daripada para leluhur yang bernasib malang, terkurung dalam sistem perbudakan.
“Nama belakangku ‘X’ mengubah nama (belakang) ‘Little’ yang disematkan kaum kulit putih pemilik budak. Dahulu seorang kulit putih menamakan nenek moyangku Little,” tegas Malcolm.
Kecenderungan untuk mengganti nama setelah memeluk Islam juga terjadi pada beberapa tokoh lain yang juga dari kelompok kulit hitam AS. Misalnya, Cassius Clay alias Muhammad Ali. Semasa hidupnya, Malcolm X bersahabat dengan petinju legendaris itu.
Mental merdeka itu pula yang menjadikannya seorang autodidak sepanjang hayat. Semasa masa anak-anak dahulu, Malcolm termasuk rajin dan cemerlang.
Cita-citanya sesungguhnya menjadi seorang ahli hukum. Namun, gurunya di sekolah pernah berkata, sebaiknya Malcolm meninggalkan cita-cita itu hanya karena warna kulitnya. Kecewa dengan pelecehan bernada rasis itu, Malcolm pun meninggalkan bangku sekolah formal.
Kini sebagai aktivis NOI, Malcolm X menggunakan banyak kesempatan untuk menyuarakan perlawanan terhadap rasisme dan superioritas kulit putih. Dia berupaya membangkitkan kesadaran dan harga diri kaum kulit hitam, terutama melalui pendidikan.
NOI pusat menunjuknya sebagai kepala cabang di Harlem, New York. Mulai era 1960-an, namanya sudah terkenal sebagai pembela hak-hak kulit hitam di tingkat nasional.
http://bit.ly/2BCrx4e
February 15, 2019 at 05:42PM from Republika Online RSS Feed http://bit.ly/2BCrx4e
via IFTTT
No comments:
Post a Comment