REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) berpendapat bahwa lembaga pengadilan memiliki potensi korupsi yang sangat besar, dibandingkan dengan beberapa lembaga lainnya. ICW menilai, belum ada reformasi yang signifikan yang dilakukan di lingkungan Mahkamah Agung.
"Potensi korupsi yang sangat besar itu dilihat dari besarnya struktur organisasi Mahkamah Agung dan Lembaga Peradilan di bawah Mahkamah Agung," ujar salah satu peneliti korupsi ICW Lalola Easter Kaban di Jakarta, Jumat (30/11).
Menurut Lalola bukan hal yang mustahil bila banyak oknum hakim dan petugas pengadilan yang korupsi namun belum tersentuh oleh KPK atau penegak hukum lainnya, mengingat struktur organisasi lembaga ini yang sangat besar.
"Selain itu, potensi tersebut juga diperbesar dengan lemahnya pengawasan internal yang dilakukan oleh Badan Pengawas MA dan Komisi Yudisial," tambah Lalola.
Besarnya struktur organisasi ditambah pengawasan yang lemah menjadikan peluang terjadinya korupsi di tubuh pengadilan semakin terbuka lebar, jelas Lalola. Sementara itu ICW juga menilai belum ada reformasi yang signifikan yang dilakukan di lingkungan Mahkamah Agung khususnya di bawah kepemimpinan Hatta Ali untuk mengatasi besarnya potensi korupsi di lembaga peradilan.
"Adalah hal yang lumrah jika menilai hakim yang telah ditangkap oleh KPK hanya sedang bernasib buruk, namun tidak memberikan efek penjeraan bagi oknum nakal di pengadilan lainnya," kata Lalola.
Pada Rabu (28/11), KPK menetapkan dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, yaitu Iswahyu Widodo dan Irwan sebagai tersangka penerima suap bersama panitera Muhammad Ramadhan.
Keduanya diduga menerima suap sekira Rp650 juta dalam bentuk 47 ribu dolar Singapura (sekitar Rp500 juta) dan Rp150 juta dari advokat Arif Fitrawan (AF) dan seorang pihak swasta Martin P Silitonga (MPS).
KPK kemudian melakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhadap tersangka Iswahyu Widodo dan Irwan yang ditahan di Polres Metro Jakarta Timur, Muhammad Ramadhan di rutan Pomdam Jaya Guntur, dan Arif Fitrawan di Polres Metro Jakarta Selatan.
Pemberian suap dalam perkara ini terkait dengan penanganan perkara Nomor 262/Pid.G/2018/PN Jaksel dengan penggugat Isrulah Achmad dan tergugat Williem J.V. Dongen, yang menggugat PT. Asia Pacific Mining Resources (APMR) dan Thomas Azali.
Pemberian suap dimaksudkan supaya majelis Hakim membatalkan perjanjian akuisisi PT Citra Lampia Mandiri (CLM) oleh PT APMR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ditetapkannya dua hakim PN Jaksel dan seorang panitera sebagai tersangka oleh KPK, menjadikan jumlah aparat pengadilan yang terjerat kasus korupsi menjadi 28 orang sejak Hatta Ali dilantik menjadi Ketua MA pada Maret 2012.
https://ift.tt/2rcmkKP
November 30, 2018 at 07:45PM from Republika Online RSS Feed https://ift.tt/2rcmkKP
via IFTTT
No comments:
Post a Comment